Di Era Globalisasi ini, sepertinya sudah banyak orang-orang yang mulai berpikir dan berpandangan “terbuka” atau istilah asingnya adalah Open Minded. Pengertian terbuka disini adalah lebih membuka diri dalam menerima budaya-budaya yang tergolong “baru” bagi diri mereka. Seseorang yang berpikiran terbuka biasanya cenderung memiliki pola pikir “western” alias kebarat-baratan, dimana mereka menganggap hal yang selama ini kita anggap tabu untuk dilakukan dan dibicarakan menjadi sesuatu yang wajar untuk dilakukan dan dibicarakan oleh mereka. Sedangkan bagi mereka yang memiliki pola pikir konservatif alias pola pemikiran kolot/kuno yang kebanyakan dianut Bangsa kita ini, pastilah hal tersebut dianggap sebagai sesuatu hal yang tidak bisa diterima.
Terkadang, orang yang mempunyai pola pikir terlalu “terbuka”,mereka seolah-olah mengaburkan batasan-batasan norma dan etika yang ada menjadi suatu hal yang wajar dilakukan. Misalnya saja ada yang disebut dengan gaya hidup Hedonis alias gaya hidup yang hanya mengejar kesenangan duniawi saja. Salah satu contohnya ialah melakukan “Kumpul Kebo”, atau hidup bersama tanpa adanya ikatan pernikahan (bisa juga dikatakan sebagai perilaku seks bebas). Menurut mereka, hal tersebut dianggap biasa saja karena itu sudah biasa dilakukan, tetapi menurut pandangan kita sebagai umat beragama dan bangsa yang terkenal akan adat ketimurannya jelas-jelas hal tersebut haram hukumnya, bahkan hal tersebut dapat dikatakan melanggar norma susila. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Sebetulnya, seiring berjalannya waktu hal-hal seperti ini pasti terjadi dan kita juga tidak bisa menutup mata akan hadirnya budaya “asing” di Negeri ini. yang terpenting disini adalah bagaimana cara kita menyikapi budaya-budaya baru tersebut? Saya rasa kuncinya ada pada diri kita sendiri, silahkan pilih mana yang baik dan buang yang buruk. Dalam setiap pilihan selalu akan ada resiko yang harus dihadapi dan kita pun harus siap untuk menanggung berbagai resiko tersebut. Ciptakanlah pola pikir “think globally, act locally” yaitu pemikiran boleh saja kebarat-baratan, tetapi tingkah laku harus tetap mengacu pada adat ketimuran, khususnya Indonesia. Jika ini dilakukan, kita akan menjadi individu dengan pemikiran terbuka yang norma dan etikanya tetap terjaga sehingga tidak perlu lagi merisaukan pengaruh buruk Westernisasi yang sedang terjadi. open minded, why not?
Terkadang, orang yang mempunyai pola pikir terlalu “terbuka”,mereka seolah-olah mengaburkan batasan-batasan norma dan etika yang ada menjadi suatu hal yang wajar dilakukan. Misalnya saja ada yang disebut dengan gaya hidup Hedonis alias gaya hidup yang hanya mengejar kesenangan duniawi saja. Salah satu contohnya ialah melakukan “Kumpul Kebo”, atau hidup bersama tanpa adanya ikatan pernikahan (bisa juga dikatakan sebagai perilaku seks bebas). Menurut mereka, hal tersebut dianggap biasa saja karena itu sudah biasa dilakukan, tetapi menurut pandangan kita sebagai umat beragama dan bangsa yang terkenal akan adat ketimurannya jelas-jelas hal tersebut haram hukumnya, bahkan hal tersebut dapat dikatakan melanggar norma susila. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Sebetulnya, seiring berjalannya waktu hal-hal seperti ini pasti terjadi dan kita juga tidak bisa menutup mata akan hadirnya budaya “asing” di Negeri ini. yang terpenting disini adalah bagaimana cara kita menyikapi budaya-budaya baru tersebut? Saya rasa kuncinya ada pada diri kita sendiri, silahkan pilih mana yang baik dan buang yang buruk. Dalam setiap pilihan selalu akan ada resiko yang harus dihadapi dan kita pun harus siap untuk menanggung berbagai resiko tersebut. Ciptakanlah pola pikir “think globally, act locally” yaitu pemikiran boleh saja kebarat-baratan, tetapi tingkah laku harus tetap mengacu pada adat ketimuran, khususnya Indonesia. Jika ini dilakukan, kita akan menjadi individu dengan pemikiran terbuka yang norma dan etikanya tetap terjaga sehingga tidak perlu lagi merisaukan pengaruh buruk Westernisasi yang sedang terjadi. open minded, why not?